JAKARTA, KRONOLOGIS.ID – PT GAG Nikel (GN) akhirnya angkat bicara soal aktivitas pertambangan di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang belakangan ramai diperbincangkan publik.
Perusahaan menegaskan bahwa kegiatan operasional tambang dilakukan dengan prinsip keberlanjutan dan berada di luar zona Geopark Raja Ampat.
Pelaksana Tugas (Plt) Presiden Direktur PT GAG Nikel, Arya Arditya, menjelaskan bahwa Pulau Gag tidak termasuk dalam empat pulau utama yang menjadi bagian dari Geopark Raja Ampat, yaitu Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool.
“Karena Pulau Gag berada cukup jauh dari keempat pulau tersebut, kegiatan pertambangan PT GAG Nikel dipastikan tidak berada di zona Geopark Raja Ampat,” ujar Arya dalam keterangan resminya, Selasa (10/6/2025).
Pihak perusahaan juga menyayangkan adanya informasi yang menyebut bahwa aktivitas tambang telah merusak lingkungan Pulau Gag. Arya menegaskan bahwa pihaknya telah menjalankan sistem pengelolaan lingkungan sesuai prosedur teknis yang berlaku.
“Kami sudah melakukan berbagai hal dalam melaksanakan operasional berkelanjutan agar tidak merusak Pulau Gag. Termasuk dalam pengelolaan limbah, kami menerapkan standar industri pertambangan,” jelasnya.
Arya merinci bahwa air larian dari area tambang ditampung melalui sistem drainase, sump pit, dan kolam pengendapan. Air tersebut diproses melalui lima kompartemen untuk filtrasi dan sedimentasi sebelum dilepas ke badan sungai, dengan pengukuran harian terhadap Total Suspended Solids (TSS).
Selain itu, GAG Nikel juga menjalankan sejumlah program lingkungan seperti reklamasi lahan tambang, rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS), serta konservasi terumbu karang. Hingga akhir 2024, total reklamasi telah mencakup 131 hektare dengan lebih dari 350 ribu pohon ditanam.
Data pemantauan lingkungan tahun 2024 menunjukkan bahwa kadar polutan dari aktivitas tambang masih di bawah ambang batas. Nilai TSS tercatat antara 5–27 mg/L, pH air limbah berada di kisaran 7–8, dan kadar Chromium VI antara 0,03–0,07 mg/L.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hanif Faisol Nurofiq, menyebut tidak ditemukan indikasi pencemaran serius dari kegiatan tambang GAG Nikel berdasarkan inspeksi lapangan akhir Mei lalu.
“Artinya, bahwa tingkat pencemaran yang nampak oleh mata itu hampir tidak terlalu serius,” ujar Hanif dalam pernyataan terpisah di Jakarta, pekan lalu.
Hanif juga mengungkapkan bahwa lokasi tambang PT GAG Nikel berada di kawasan hutan lindung, dengan total luas konsesi mencapai 6.030 hektare dan bukaan tambang seluas 187,87 hektare. Perusahaan ini termasuk dalam daftar 13 entitas yang memperoleh hak khusus lewat relaksasi Undang-Undang Kehutanan.
“PT GN ini secara status berada di kawasan hutan lindung. Nanti secara teknis tentu Bapak Menteri Kehutanan (Raja Juli Antoni) akan memberikan penjelasan kepada kita,” kata Hanif.
Namun, ia menyoroti bahwa aspek hukum operasional masih terbuka untuk pendalaman. Hal ini merujuk pada dua putusan pengadilan yang memperkuat pelarangan aktivitas tambang di pulau kecil, yakni Putusan MA Nomor 57P/HUM/2022 dan Putusan MK Nomor 35/PUU-XXI/2023.
“Putusan MA itu menganggap bahwa pelaksanaan pelarangan kegiatan penambangan di pulau kecil ini dilakukan tanpa syarat. Jadi, tidak boleh dilakukan kegiatan penambangan di pulau-pulau kecil. MK memperkuat putusan MA tersebut,” tegas Hanif.
Menurut Hanif, pemerintah masih membutuhkan koordinasi lintas kementerian untuk menentukan langkah lanjutan terkait status operasional PT GAG Nikel ke depan.