JAKARTA, KRONOLOGIS.ID – Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, mendesak Badan Legislasi (Baleg) DPR segera membahas Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Ia menilai, pembahasan RUU ini sudah sangat mendesak demi menjamin perlindungan terhadap jutaan pekerja rumah tangga di Indonesia.
“Kenapa Undang-Undang PPRT penting? Karena dalam sistem ketenagakerjaan kita, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sangat diskriminatif. Hanya pekerja di sektor barang dan jasa yang diakui, sementara pekerja rumah tangga tidak pernah dianggap sebagai pekerja,” tegas Willy Aditya, Senin (21/7/2025).
Willy menilai situasi ini menciptakan masalah mendasar dalam perlindungan hak-hak pekerja rumah tangga. Hingga saat ini, perlindungan hanya diberikan melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker), bukan undang-undang.
“Ini jelas problem fundamental. Hak-hak pekerja itu bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi. Tapi kenyataannya, pekerja rumah tangga seperti tak dianggap,” ujarnya.
Willy menjelaskan bahwa RUU PPRT bersifat lex specialis, serupa dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Esensi dari RUU PPRT, kata dia, murni untuk menghadirkan perlindungan hukum terhadap pekerja rumah tangga yang kerap menjadi korban eksploitasi.
“Masih banyak praktik eksploitasi tidak manusiawi terhadap pekerja rumah tangga. Ini seperti fenomena gunung es. Sering dianggap urusan rumah tangga, padahal banyak yang merupakan pelanggaran hak,” jelas Willy.
Ia juga menyinggung anggapan bahwa persoalan pekerja rumah tangga adalah urusan privat, bukan publik. Menurutnya, stigma ini menjadi penghalang dalam menghadirkan perlindungan hukum.
“Masalah ini dibentengi oleh tingginya tembok urusan domestik. Karena itu, kita ingin duduk bersama agar undang-undang ini tidak dipukul rata, tetapi tetap menjamin perlindungan,” ucapnya.
RUU PPRT sejatinya sudah diajukan sejak 2004, namun hingga kini tak kunjung disahkan. Meski sempat masuk sebagai RUU inisiatif DPR dan telah mendapat Surat Presiden serta Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), pembahasannya tertunda karena belum ditunjuknya alat kelengkapan dewan (AKD) pada periode 2019–2024.
Pada periode 2024–2029, RUU ini kembali masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025 atas usulan Baleg. Harapan sempat muncul saat Presiden Prabowo Subianto dalam pidato Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2025, menyatakan komitmennya mempercepat pembahasan dan menargetkan pengesahan RUU PPRT dalam waktu tiga bulan, yakni sebelum 1 Agustus 2025.
Namun, Baleg mengisyaratkan target itu kemungkinan meleset. Masa reses DPR yang berlangsung 25 Juli hingga 15 Agustus 2025 membuat pembahasan tidak bisa dilakukan secara intensif. Selain itu, Baleg juga tengah membahas sejumlah RUU lain seperti RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Melihat kondisi ini, Willy Aditya meminta pimpinan DPR dan Baleg membuktikan komitmen politik mereka.
“Kalau memang mendukung, ya jangan lain di bibir lain di hati. Kami hanya ingin konfirmasi lewat tindakan. Seribu kata-kata tak berarti jika tak ada satu tindakan nyata,” pungkasnya.