JAKARTA, KRONOLOGIS.ID – Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Idrus Marham, memberikan tanggapan menarik terkait hubungan politik antara Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Menurut Idrus, kelakar Megawati soal nasi goreng buatan tangannya yang dirindukan Prabowo bukan sekadar lelucon semata. Ia menilai, “nasi goreng” bisa menjadi simbol pendekatan emosional yang mempererat hubungan kebatinan antara dua tokoh besar tersebut.
“Nasi goreng bisa jadi salah satu hal yang menjadi instrumen menyentuh suasana kebatinan dalam hubungan politik Prabowo dan Megawati. Hal itu diungkapkan kembali agar sebelum pertemuan antar keduanya, sudah terbangun suasana kebatinan yang menyatu,” kata Idrus kepada wartawan, Minggu (11/5/2025).
Idrus menambahkan, relasi politik yang kuat tidak hanya dibangun melalui kesepakatan formal, melainkan juga melalui pendekatan emosional dan kesamaan visi.
“Sejatinya, keragaman dan kemajemukan dalam politik harus dilihat dari perspektif visi, bukan hanya fisik atau struktur koalisi,” terangnya.
“Artinya, meskipun ada dalam koalisi yang sama tapi beda visi, pasti akan muncul masalah. Sebaliknya, meskipun tidak dalam koalisi yang sama tapi satu visi, mereka pasti akan seirama dalam membangun kerja sama politik untuk rakyat,” imbuh mantan Menteri Sosial tersebut.
Sebelumnya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam pidatonya di acara Trisakti Tourism Award 2025 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (8/5/2025), sempat menyinggung soal Presiden Prabowo Subianto yang masih ‘merindukan’ nasi goreng buatannya.
“Siapa yang terus-menerus tanya tentang nasi goreng? Rahasia, ya. Siapa ya? Presiden!” ucap Megawati sambil tersenyum dan disambut tawa para hadirin.
Ia kemudian menirukan gaya bicara Prabowo yang kerap bertanya, “Presiden bolak-balik tanya, kapan aku dibikinin nasi goreng, Mbak ya? Presiden sopo yo?”
Kelakar itu pun kini menjadi sorotan publik, terutama karena dianggap menunjukkan kedekatan personal yang tetap terjaga antara Megawati dan Prabowo, meski keduanya berasal dari latar belakang politik yang berbeda.